Uncategorized

Cerita tentang “Teman Kami”

Jadi waktu itu kita dapat kenalan, sebenarnya aku duluan dapat kenalan yang kemudian aku kenalkan ke Sebastian karena mereka memiliki kesamaan hobi dan profesi ‘software engineer’. Sesama IT nerd ketemu bisa dibayangkan betapa senangnya mereka. Apalagi dia (sebut saja “teman kami”) ini kerja di perusahaan IT milik Australia yang kantor pusatnya ada di Jerman, tepatnya di kota Berlin.  Semakin nyambunglah kami bertiga ngobrol seputar mengasah bahasa Jerman. Kebetulan aku kenalnya di kelas bahasa Jerman yang aku ambil sewaktu di kota Ho Chi Minh, Vietnam. 

Kita ngopi bareng, akhirnya lanjut ke lunch bareng dan ngopi lagi bareng sampai curhat-curhatan soal belajar bahasa Jerman, hobi, kerjaan, keluarga dan banyak deh. Sampai tiba – tiba ketika Sebastian asyik ngobrol dengannya, teman kami ini jujur kalau dia berkepribadian ganda (what???) Suasana ngopi yang tadinya nyantai membuat aku panik, nggak tahu Sebastian gimana perasaannya saat itu.

Jadi teman kami ini cerita kalau kepribadiannya yang satu lagi, selalu ingin membunuh dirinya. Berbagai cara dilakukan dari mulai hampir menjatuhkan diri dari ketinggian, menabrakkan diri, atau minum obat secara random dalam jumlah yang banyak (asli seram). Jadi katanya saat itu, kepribadiannya yang sekarang saat dia nongkrong bareng kami adalah kepribadiannya yang ingin dia tetap hidup. Stop! Setelah hampir 1 jam membahas tentang dirinya, kita memutuskan pulang, sudah 6 jam juga kita hang out saat itu. It was fun… likes riding on a rollercoaster and for sure creepy at the same time.

Keesokan harinya teman kami itu tidak masuk kelas bahasa Jerman, karena ada acara dari kantornya liburan bareng ke Bali selama seminggu. Berselang beberapa minggu, aku berangkat ke Jakarta dan stay selama semingguan untuk pengurusan visaku ke Jerman. Teman kami kami sudah kembali ke Vietnam, dan Sebastian juga disana kan.

Sebastian tetap komunikasi dengan teman kami itu dan mereka udah buat janji ketemu tanpa aku. Rencananya dia mau meminjam buku catatanku. Entah kenapa akhirnya mereka nggak ketemuan. Begitu aku balik ke Vietnam juga kita nggak sempat-sempat ketemuan karena sibuk urusin tiket, penginapan. Kita mendadak juga mau pindahan ke apartemen lain karena koneksi internet makin lelet. Cerita punya cerita, tapi ini beneran katanya kabel internetnya yang di dasar laut di makan sama paus? percaya nggak percaya deh.

Aku lupa…Sebastian juga lupa, kita kompakan lupa padahal teman kita itu ada Whatsapp ke Sebastian, tapi dia lupa balas. Seminggu sebelum berangkat ke Bangkok, aku mau kirim pesan ngajak ngopi bareng…eh aku diblokir di semua media komunikasi kita, Sebastian juga ikutan cek…teryata juga diblokir. 

Hikmahnya apa? yah tetap berpikiran positip meskipun seseorang yang kamu kenal, teman, saudara atau siapa saja tiba-tiba memutuskan komunikasi dengan kamu. Doakan saja yang terbaik buatnya, mungkin dia hanya lagi malas saja (simple reason)….hahaha janganlah mengumpat dan mendoakan “kapan kau tak butuh aku? mentang-mentang sudah……. (isi sendiri yah). Semoga teman kami berhasil mewujudkan impiannya untuk bekerja permanen di Jerman, kalau berjodoh kita pasti ngopi bareng lagi, Thu! 

 

Berkata-katalah yang baik, karena perkataanmu adalah doa <3